Sabtu, 22 Februari 2014

Edisi Curhat: Ngombe

Saya nggak minum. Dalam ajaran agama saya, minum itu dilarang. I assume we are all know what I mean with minum here, right? Hehe.

Di Indonesia saya belum pernah lihat orang minum, karena kebetulan saya hampir selalu hidup di antara orang-orang yang bukan peminum. Lain halnya dengan disini. Di sini agama saya bukan mayoritas. Minum sama sekali tidak dilarang, malah jadi budaya dan sedikit banyak juga jadi bentuk sopan santun dan etiket dalam bergaul. Minum minuman beralkohol disini itu ibarat pesen es teh manis lah. Apapun makanannya, minumnya teh botol sosro bir atau soju. 

Kadang saya penasaran kenapa orang suka minum. Dalam satu kesempatan saya sempat tanya ke researcher di lab yang orang Rusia. Dari 9gag beberapa sumber website, saya tahu kalau orang Rusia punya stereotype heavy drinker di mata negara lain. Begitu saya tanya ke orang Rusia aseli nya, dia bilang, 'bisa iya, bisa enggak'. Kamsudnya? Ya dia bilang, orang Rusia mungkin banyak minum, tapi bukan berarti semuanya hobi atau addicted, melainkan mereka butuh minum. Di Rusia sono dinginnya naudzubillah. Alkohol mereka butuhkan buat menghangatkan tubuh mereka. So they drink. Much. Begitu.

Bagaimana dengan orang sini? Kan nggak dingin-dingin amat yak. Winter juga cuma 3 bulan setaun kan. Jadi, minum di sini itu kayaknya sih udah tradisi, entah sejak kapan. Ada acara makan bareng, minum. Ada kumpul-kumpul, minum. Celebration, minum. Sebenernya nggak cuma di sini sih ya. Di banyak negara lain juga begitu. Minum kata mereka bisa melepas stres dan beban hidup harian. Temen lab saya sendiri pernah bilang, cara termudah untuk relaxing setelah stres dengan kerjaan adalah minum. So it helps them to get away from stress and help them regain their focus to continue their works. Sounds good and advantageous.

Tapi kemarin-kemarin saya untuk pertama kalinya menyaksikan dengan mata kepala sendiri efek paling umum dari minum yang kebablasan. Mabok. Bagaimanakah ciri-ciri orang mabok itu? Waktu itu saya nggak terlalu merhatiin perubahan tampang atau raut muka atau warna muka mereka yang mabok, entah ada perubahan atau tidak. Tapi perubahan #1 yang saya temukan adalah: volume suara membesar secara sangat signifikan. Mungkin pas mereka mabok, mereka jadi agak budek atau pendengaran agak bermasalah gitu kali ya, sehingga kalo ngomong dengan volume normal terasa kurang. Perubahan #2 adalah: completely losing their mind. Negara tempat saya berpijak ini negara penuh manner dan tata krama. Dimana cuma beda umur setahun saja pun harus bicara dengan panggilan hormat atau bahasa yang lebih formal. But when it comes to this condition, those manners are vanished in a blink of an eye. Mereka nggak peduli mau ke orang yang lebih tua atau bahkan dosen sekalipun, ngomong pake volume maksimal, bahkan sempat saya dengar ada yang bilang shut up ke orang yang mestinya diajak ngomong pake bahasa kromo inggil. Funny thing is, orang-orang yang lebih tua itu sepertinya membiarkan dan menganggap itu lumrah, karena mereka sedang mabok, they were not sober so it was acceptable to behave like that. Man, that's sad.

Belum cukup menyedihkan, efek mabok ini bisa terasa sampe keesokan harinya. Istilahnya cukup kondang, I believe: hangover. Jadi ini kondisi dimana seseorang terbangun keesokan harinya setelah malam sebelumnya mabok. Dan si seseorang ini tidak ingat dengan jelas atau malah tidak ingat apa-apa sama sekali tentang apa yang terjadi semalam. So whatever inconsiderate things they might've done the night before, they don't remember, and still it would be acceptable since they're not sober. Masih belum cukup menyedihkan lagi, bagi yang fisiknya nggak cukup kuat, bisa muntah-muntah, sakit kepala, dan merasakan kehausan yang amat sangat, gara-gara kebanyakan minum. Pemaparan di sini ini semua asli penuturan peminum. Yang masih tetap minum.

Look. At this point, I really feel lucky to be a Muslim. Dimana minum itu dilarang. So I don't have a chance to lose my dignity, lose my mind. Saya beneran jijik lihat orang mabok. Nggak peduli itu temen saya sendiri, saya jijik. Ya jijik aja gitu. Pokoknya jijik. But go on, fellas, drink, drink as much as you want. I don't give a damn. But when it comes to the consequences, well, I still won't give a damn, you deserve it. :D

Loh Ul kan mabok itu kalo minumnya kebanyakan? Yah, there will always be a possibility to get drunk as long as you still drink. Sekali lagi, saya benar-benar merasa beruntung, sangaaaat beruntung..

Senin, 10 Februari 2014

Edisi Liburan: Busan, Day Three

Kalo ditanya, apa yang paling menyenangkan dari liburan ke Busan kemarin, saya bakal jawab:
1. Anget! Jauh lebih anget daripada Seoul-Incheon yang naudzubillah dinginnya.
2. Kegiatan ngasih makan burung pagi-pagi di pinggir pantai.

Nah. Seperti yang sudah saya ceritain di dua postingan sebelumnya, motel tempat saya nginep di Busan itu cuma beberapa lemparan batu dari pantai Gwanganli. Setiap pagi di pantai itu banyak burung warna putih yang hang out di situ.

Menggemaskan.
Pas saya sampe di pantai, si burung-burung masih pada ngumpul di deket air laut. Keliatan nggak sih? Kecil banget soalnya itu di fotonya.
Hari pertama dan kedua, saya belum berkesempatan ngasih makan si burung-burung tersebut properly, maka di hari ketiga saya bangun lebih pagi dan segera cabs ke pantai setelah mampir minimarket beli snack udang. Saya duduk di undak-undakan kayu, dan mulai melempar si snack yang barusan saya beli. Lemparan pertama, salah satu burung terdekat dari saya langsung nengok. Sedetik kemudian doi kayak teriak gitu, kayaknya itu manggil temen-temennya. Benar saja, seketika puluhan burung putih yang tadinya bersantai di pinggir laut terbang ke arah saya, berebut snack yang saya lempar. Buat yang penakut pasti langsung freaked out, berasa diserang sama burung-burung, tapi pada dasarnya mereka cuma cuma berebut snack aja, nggak akan nyerang yang ngelempar. Berhubung saya sibuk ngasih makan, jadi nggak ambil foto deh. Hiks. Padahal menurut temen sekamar saya yang bule Irlandia, adegan saya ngasih makan burung waktu itu spektakuler banget, sampe saya dibilang 'bird lady'.

Kamis, 06 Februari 2014

Edisi Liburan: Busan, Day Two

Hari kedua. 

Saya bangun siang berhubung sedang tidak ada kewajiban solat Subuh. Mandi, siap-siap, 9.30 kumpul di depan motel. Hari ini tur resmi dimulai! Rombongan dipecah ke beberapa taksi menuju destinasi wisata pertama: Haedong Yonggungsa. Kalo gugling sekilas sebelum berangkat sih, ini kuil yang letaknya di tepi laut. Lumrahnya di Kroya yang namanya kuil itu di bukit atau di dataran tinggi gitu, tapi yang satu ini nyeleneh. Walau demikian, justru itu yang bikin kuil ini tenar. Unik, sekaligus menghadiahi pemandangan yang worth seeing.

Setelah beberapa lama duduk manis di taksi, kami diturunkan di semacam areal parkiran tempat wisata gitu. Dalam jarak pandang saya belum keliatan bangunan kuil sama sekali. Ya semacam Prambanan atau Borobudur gitu sih, jadi depan itu tempatnya parkiran dan stand jualan street food dan souvenir. Kita mesti jalan dulu menembus aral melintang yang cukup menggoda kantong dan menggoda perut itu tadi, baru deh nyampe ke wahana utamanya.

Rame sama orang jualan.
Jualan souvenir: lonceng, gantungan-gantungan gitu, miniatur. Banyak banget yang bentuknya babi. Kata temen yang orang sini, babi itu melambangkan keberuntungan. Okey.
Yang di sini souvenir nya lebih unyu lagi, nggak cuma babi soalnya. Ada kelinci, burung, ayam, dll.
Setelah lirik-lirik souvenir kanan kiri, akhirnya kedai-kedai jualan berganti dengan patung-patung. Tandanya sudah mulai dekat dengan kuil yang kami tuju. Di sebelah kiri ada patung-patung yang melambangkan shio. Beberapa pengunjung terlihat berdoa di depan si patung-patung itu tadi. Pengunjung lainnya foto-foto dengan background shionya masing-masing. Sebelah kanan juga ada patung-patung yang entah patung apa. Nggak ada yang berdoa disitu berarti cuma penggembira aja kali ya, haha.

Rabu, 05 Februari 2014

Edisi Liburan: Busan, Day One

Weekend kemarin adalah salah satu dari dua libur besar yang bisa dinikmati oleh warga Kroya: tahun baru Cina! Atau bahasa gaulnya: lunar new year. Atau bahasa Kroyanya: Seollal. Buat orang-orang sini Seollal ini jauh lebih populer dan semarak dibanding event new year nya kalender Masehi. Biasanya pas liburan Seollal, orang-orang mudik ke kampung halaman, sowan ke keluarga dan sanak saudara. Pas hari H nya, pada pake baju adat Kroya yang super tenar itu, Hanbok, terus berkunjung ke kuil-kuil untuk berdoa minta rejeki di tahun baru.

Lalu sebagai mahasiswa galau di perantauan, apa yang saya lakukan di liburan Seollal kemarin? Liburnya lumayan panjang, mulai Kamis sampai minggu. Pada awalnya saya berniat membathang sepuasnya di kamar, beli KFC one bucket buat dimakan sendirian kemudian maraton film dan series sampe muak. Tapi tak dinyana ada temen ngajakin ikut tur ke Busan. Doi nemu tur ini di salah satu grup fesbuk. Harga paketnya 160ribu won, mencakup penginapan untuk tiga malam, transport pulang pergi, dan tur selama dua hari. Tapi urusan makan bayar sendiri lagi. Karena cukup menarik dan feasible dari segi isi kantong, membathang pun tinggal wacana. Cabutlah saya dan si temen ke Busan.

Kami berangkat dari Seoul jam 11 malem, hari Rabu, naik bis pariwisata. Saya sempet suudzon bakal macet parah gara-gara ada arus mudik Seollal, tapi salah besar ternyata. Lancar jaya! Seoul-Busan normalnya (katanya) 5 jam, waktu itu perjalanan cuma 5,5 jam. Sampe Busan baru setengah lima pagi, kami serombongan langsung ke motel, bagi-bagi kunci kamar. Btw saya dan si temen dapet kamar yang sekamarnya empat orang, room mate kami dua cewek bule, satu asal Amrik, satunya orang Irlandia. Lumayan banget ini liburan sambil sekalian mengasah ilmu conversation in English! Nggak usah pake les!

Pintu depan motel. Motelnya sederhana tapi nyaman! Kasurnya anget, ada tivi, ada hair dryer, ada alat buat masak air, kamarmandi pake air anget, disediain gayung, top deh.
Setelah melanjutkan bobok barang beberapa jam, saya dan si teman bangun dan cabs jalan-jalan keluar. Motel tempat kami nginep ini cuma beberapa(?) lemparan batu dari pantai Gwanganli, salah satu dari beberapa pantai yang ada di Busan. Pantai yang satu ini tenar gara-gara menghadap langsung ke jembatan Gwangan, jembatan yang dibangun di atas laut. Pantainya nggak terlalu lebar, tapi cukup panjang, mayan banget kalo buat jalan-jalan.

Pantai Gwanganli. Itu di seberangnya keliatan jembatan Gwangan.